Lingkarselatan.com, SUBANG-Pemkab Subang menguatkan peran dokter puskesmas untuk melakukan deteksi dini stunting. Penguatan ini merupakan komitmen Pemkab Subang yang terus berupaya untuk menekan angka stunting.
Ketua Harian Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Iwan Syahrul Anwar mengatakan, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/1928.2022 tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Stunting, jika ditemukan balita stunting di Posyandu maka harus segera dirujuk ke puskesmas untuk diagnosis, pemberian konseling dan edukasi.
“Kemudian balita stunting dirujuk ke RSUD untuk mengidentifikasi faktor-faktor medis penyebab stunting,” ungkap Kepala BP4D ini dalam acara rapat Peran Dokter Puskesmas Untuk Deteksi Dini Stunting di Fasilitas Kesehatan Primer yang berlangsung di Aula BP4D, pada Selasa (23/7) di Aula BP4D.
Iwan menyampaikan, merujuk surat edaran Bupati Subang Nomor 400.7.13/1303/BP4D tentang Pelaksanaan Intervensi Serentak Pencegahan Stunting, bahwa setiap ibu hamil, balita dan calon pengantin yang bermasalah gizi harus dirujuk ke puskesmas serta melakukan intervensi sesuai dengan faktor penyebab.
Kepala DP2KBP3A Kabupaten Subang, Nunung Suryani mengatakan, untuk melakukan deteksi dini stunting di tingkat puskesmas maka diperlukan kolaborasi dari semua pihak.
Sehingga dalam pertemuan rapat Peran Dokter Puskesmas Untuk Deteksi Dini Stunting di Fasilitas Kesehatan Primer diundang berbagai pihak. Mulai dari TPPS kabupaten, BPJS Kesehatan, Apkesmi, IDI dan dokter puskesmas di Subang.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Subang dr. Maxi menjelaskan stunting atau kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi kronis, ini telah menjadi perhatian serius bagi pemerintah Kabupaten Subang.
“Data menunjukkan bahwa stunting dapat berdampak buruk pada perkembangan fisik dan kognitif anak, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kualitas tumbuh kembang anak,” ungkapnya kepada Pasundan Ekspres.
Melihat angka stunting di Subang menurut versi EPPGBM (elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat) itu penimbangan pada bulan Januari tercatat ada 1560 anak yang menderita stunting atau sekitar 1,66 persen.
Ia mengatakan, pada saat ini bulan Juni tahun 2024 angka stunting ini menurun menjadi 1432 anak atau sekitar 1,61 persen, artinya dari laporan EPPGBM itu ada penurunan.
Tetapi dalam versi SSGI (Survei Statistik Gizi Indonesia) di akhir 2023 angka stunting di Subang itu ternyata meningkat 3 persen dari 15,7 menjadi 18,7.
“Jadi langkah ke depannya selain menangani kasus stunting yang sudah ada kita berharap mulai hari ini jangan lagi ada stunting yang baru lagi lahir, sehingga hari ini kita fokus untuk zero new stunting,” jelasnya.
Dia mengatakan, ada tiga langkah harus dilakukan sebelum anak lahir dan tiga langkah sesudah lahir sebagai upaya untuk mencegah stunting.
Tiga langkah sebelum anak lahir, yang pertama dilakukan yakni seluruh ibu hamil harus memeriksakan diri sebanyak enam kali. Dengan empat kali dokter umum atau bidan dan dua kali dengan dokter spesialis.
Kedua seluruh ibu hamil harus mendapatkan obat tambah darah minimal 90 hari. Ketiga ibu hamil yang kurang energi kronis harus mendapatkan pemberian tambahan makanan.
Lalu tiga langkah setelah anak lahir. Pertama, pertama ibu hamil memberikan asi ekslusif. Artinya air susu ibu hamil saja minimal 6 bulan dengan cara melaksanakan IMD (Inisiasi Menyusui Dini).
“Kalau bisa asi ini dilanjut selama 18 bulan,” katanya.
Kedua, seluruh bayi yang usia 7 sampai 24 bulan yang menderita kurang energi atau gizi buruk harus diberikan Pemberian Makanan Tambahan (PMT). Ketiga, seluruh bayi balita yang lahir harus mendapatkan imunisasi dasar lengkap (IDL).
Dokter Maxi berharap seluruh komponen masyarakat harus berperan dalam mengatasi stunting.
“Ini soal masa depan anak-anak kita untuk menyongsong Indonesia Emas 2045. Marilah kita saling mendukung sesuai dengan peran dan tugas masing-masing,” bebernya.(red/*)
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.